Senin, 26 Oktober 2015

Montir: Bidan dalam Bengkel

#Day22 #BBKU

Bengkel (motor), identik dengan layanan tempat servis, ganti oli, tambal ban, bahkan ketok magic. Siklus kerja antara klien, montir dan kasir merangkap customer service sangat begitu kentara. Klien datang dengan membawa motor yang akan di servis (jelas), CS menanyakan apa keluhan motornya, Montir mengerjakan motor klien. Siklus inilah yang dirasa mirip sekali dengan apa yang terjadi di tempat praktek bidan, dokter, dan lain sejenisnya. Saya dengan sengaja mencoba mengorek dua profesi yang berbeda ini, karena dirasa ada keunikan tersendiri diantara kedua jenis pekerjaan ini. Kegelisahan saya semakin menjadi tatkala menemukan jawaban dari salah seorang calon bidan, ia dengan secara gamblang menjawab pertanyaan saya yang simpel itu dengan ambivalen. Bahkan, ia menyebutkan bahwa itu juga merupakan kunci dari tenaga medis.

Awal ceritanya seperti ini, di suatu malam aku menjalani rutinitas dalam hidupku ini selama beberapa minggu ini selama tinggal di Jogja. Nongkrong di angkringan Mas Tri, warga sering memanggilnya "Trek", lokasi angkringan itu tidak jauh dari kost'anku. Tepatnya berada di perempatan jalan protokol dusun Joho kelurahan Condong Catur. Seluruh warga dusun tersebut pasti mengenalnya, karena angkringan itu satu-satunya yang buka sampai larut malam, bahkan sampai  menjelang subuh. Hal itu selaras dengan sebagian besar pekerjaan warga dusun tersebut yang mayoritas memiliki usaha konveksi, baik topi, seragam, kaos, jersey dan lain sebagainya. Siklus kerjanya mayoritas ada jam lembur, mulai jam 9 malam sampai jam 4 atau 5 pagi.

Kembali ke topik judul, Sempat ku bertanya kepada salah seorang teman perempuan lulusan dari salah satu perguruan tinggi swasta di daerah Pare kabupaten Kediri bergelar Amd. Keb. Ia berasal dari kawasan Kabupaten kediri yang paling selatan perbatasan dengan Kabupaten Tulungagung. Saya tidak mengenalnya lebih mendalam, karena jarak sekaligus minimnya saya bertemu membuat sering komunikasi lewat dunia maya (bukan cucum) saja. Ia sekarang lebih aktif membantu warga desa melalui Polindes, maklum saja sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang ia dan orang tuanya inginkan. Mungkin karena ia anak gadis pertama, maka ia tak diperbolehkan jauh-jauh dari keluarga.

Melalui pekerjaannya tersebut, aku bertanya seperti ini: Kenapa seorang tenaga medis baik dokter, bidan dan jenisnya ketika ada pasien datang pasti bertanya "keluhannya apa"? Lantas aku bertanya lagi, apakah ia hanya berspekulasi dalam menjawab keluhan itu? Ia mengatakan karena dari keluhan tersebut, dapat sebagai penunjang diagnosa, bukan sebagai diagnosa.
Tapi kenapa antara bidan satu dengan bidan lainnya mendiagnosis sebuah penyakit itu tidak sama? itu kadang terjadi, bahkan keluarga saya sendiri pernah mengalami. Jangan-jangan mereka itu hanya berspekulasi saja dalam menjawab, atau mungkin dia lelah. Kemudian ia tak menjawab pertanyaanku tersebut.

Lantas aku membandingkan diagnosis seorang tenaga medis tersebut, misalnya dengan seorang montir di sebuah bengkel motor. Seorang montir tanpa bertanya kepada kliennya "keluhannya apa" tanpa mereka (montir) menunggu ngomong ia langsung mengerjakan motor kliennya dari depan sampai belakang di cek satu persatu. Baru kalau ada sedikit kerusakan, seorang montir akan bilang kepada klien langsung atau melalui customer service terlebih dulu. Coba kalau hal ini dilakukan dalam medis, anggap saja seorang pasien=motor dan sakit=servis. Pasti kekeliruan diagnosis itu tidak akan terjadi, karena sudah di cek dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Diagnosis : penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya (medis). Pemeriksaan terhadap suatu hal (sosial)


Daftar Pustaka :

KBBI Online

Wawancara
- Tri, 40 tahun, Wiraswasta
- Devi, 22 tahun, Bidan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar